Jumat, 11 Maret 2011

I'm Nothing

Satu renunganku baik siang maupun malam adalah Aku selalu membayangkan “INDAHNYA MALAM PERTAMAKU”.
Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawi semata. Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam dan Hawa. Justru malam pertama perkawinanku dengan Sang Maut. Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara. Hari itu..kita pasti melewatinya. Aku maupun kamu. Seolah-olah seperti sepasang mempelai yang sedang bersanding dipelaminan. Mempelai sangat dimanjakan. Mandipun...harus dimandikan. Seluruh badan Kita terbuka....Tak ada sehelai benangpun menutupinya. .Tak ada sedikitpun rasa malu...Seluruh badan digosok dan dibersihkan. Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan. Bahkan lubang-lubang itupun ditutupi kapas-kapas putih...Itulah sosok Kita....Itulah jasad Kita waktu itu. SUBHANALLAH YA ALLAH
Setelah dimandikan.., Kitapun kan dipakaikan kain nan indah berwarna putih. Kain itu ...jarang orang memakainya.. Karena bermerk sangat terkenal bernama “Kafan”.Wewangian ditaburkan kebaju Kita...Bagian kepala, badan dan kaki diikatkan. Tataplah.... tataplah. ..itulah wajah Kita yang kini kita abaikan.
Keranda pelaminan... langsung disiapkan. Pengantin bersanding sendirian...Mempelai diarak keliling kampung yang dihadiri tetangga. Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul umat manusia. Kita diiringi langkah gontai seluruh keluarga. Serta rasa haru para kerabat dan handai taulan. Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah Dzikir pun dikumandangkan. Akad nikahnya bacaan talkin.....doa dan sholawat. Berwalikan liang lahat..Saksi-saksinya nisan-nisan.. yang tlah tiba duluan. Siraman air mawar.. pengantar akhir kerinduan.

Dan akhirnya.... tiba masa pengantin..Menunggu dan ditinggal sendirian, Tuk mempertanggungjawab kan seluruh langkah kehidupan. Malam pertama yang indah atau meresahkan..Ditemani rayap-rayap dan cacing tanah. Di kamar bertilamkan tanah..
Dan ketika 7 langkah tlah pergi....Sang Malaikat Mungkar dan Nangkir lalu bertanya. Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...Ataukah Kita kan memperoleh Siksa Kubur.....
Kita tak tahu...Dan tak seorangpun yang tahu...dan Tak ada kemuliaan yang lebih utama dari kematianku kecuali 2 hal. Ketika waktu itu khan tiba aku hanya berharap. MATI SYAHID FI SABILILLAH atau “MATI KHUSNUL KHOTIMAH”. Kabulkan Ya Allah…! Ilaihi anta maqshudi waridhuka matlubi, fauf fawidu amr ilallah”

Minggu, 04 April 2010

Air Mata Rasulullah SAW

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum --peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik alaaa wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Jumat, 02 April 2010

Rasulullah Penebar Berkah

Pada suatu saat, Rasulullah saw berwudhu. Segera sesudah itu, para sahabat sibuk memperebutkan bekas air wudhu Nabi yang mulia. Ketika menceritakan hal ini, Imam Bukhari sampai menulis: "Para sahabat bahkan hampir berkelahi untuk memperoleh bekas air wudhu Rasulullah itu." (lihat Shahîh Bukhâri 1: 59105 dan Fathul Bâri 1: 256-408)

Dalam fikih, sebagaimana kita ketahui, air bekas dipakai atau air musta'mal tidak boleh dipakai lagi untuk berwudhu kecuali, menurut Imam Syafii, air bekas wudhu Rasulullah saw. Meskipun merupakan air musta'mal, air itu tetap bisa dipakai berwudhu.

Mengapa para sahabat berebut untuk memperoleh bekas wudhu Rasulullah saw -sampai sahabat lain yang tidak kebagian pun menggesekkan tangannya kepada tangan orang lain yang mendapat air wudhu bekas Rasulullah saw? Karena mereka percaya bahwa bekas sentuhan tangan Rasulullah saw yang suci itu mampu mendatangkan berkah. Al-Quran menyatakan di mana pun Rasulullah berada, beliau akan selalu mendatangkan berkah untuk sekitarnya. Dalam surat Al-Isra ayat 1, Allah swt berfirman: Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya….

Rasulullah mendatangkan berkah tidak hanya untuk para sahabatnya, tetapi juga untuk seluruh alam semesta. Dalam Al-Quran, Allah swt berfirman: Dan tiadalah kami mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya: 107) Berkah adalah termasuk kepada 'rahmat' yang disebutkan dalam ayat tersebut.

Riwayat lain dalam Shahih Bukhari menyebutkan: Suatu hari, Rasulullah saw memanggil dua orang sahabatnya; 'Amr bin 'Ash dan Bilal bin Rabah. Saat itu Rasulullah sedang berwudhu. Kemudian Rasulullah memercikkan ludahnya pada air bekas wudhu. Beliau menyuruh dua orang sahabat tersebut untuk meminum air itu. "Ada berkah pada air itu," ucap Rasulullah saw. Kedua orang itu amat percaya akan berkah dalam air wudhu itu sehingga mereka langsung meminumnya.

Pada waktu yang lain, Rasulullah saw tidur siang di sebuah taman. (Di kalangan masyarakat Arab dikenal kebiasaan tidur di siang hari. Imam Ghazali menganjurkan tidur siang ini agar kita bangun di malam hari untuk melakukan salat malam, -red.) Karena udara yang panas, keringat bercucuran dari dahi Rasulullah. Seorang sahabat perempuan melihat kejadian ini. Segera dia mengambil wadah dan dengan hati-hati menggunakannya untuk menadah air keringat Rasulullah. Beberapa saat kemudian Nabi terbangun dan bertanya, "Apa yang kamu lakukan?" Perempuan itu menjawab, "Ya Rasulallah, aku mengambil berkah dari keringatmu."

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa cawan yang pernah memperoleh tetesan keringat Rasulullah saw itu sering dipinjam oleh banyak sahabat yang lain. Jika ada orang yang sakit, cawan itu dipinjam untuk diisi dengan air. Orang yang sakit itu lalu meminumnya. Ia sembuh karena berkah air yang dimasukkan ke dalam cawan tempat Rasulullah saw pernah meneteskan keringatnya.

Anda boleh tidak percaya. Tetapi saya amat meyakininya karena peristiwa itu terdapat dalam kitab-kitab hadis yang sahih. Air tersebut mengandung berkah. Air yang biasanya hanya untuk menghapuskan haus juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit. Berkah adalah tambahan yang terdapat dalam sesuatu. Jika suatu makanan hanya mengenyangkan saja, makanan itu hanyalah makanan biasa. Tetapi jika makanan itu menjadi obat dan bermanfaat, bukan saja untuk diri kita tetapi juga untuk orang lain, makanan itu menjadi makanan yang mengandung berkah. Oleh karena itulah, sebelum makan, kita dianjurkan berdoa, "Allâhumma bârik lanâ fî mâ razaqtanâ, Ya Allah, berkahilah apa yang telah Engkau rizkikan kepada kami…." Rezeki yang mendatangkan berkah adalah rezeki yang walaupun sedikit, mendatangkan manfaat yang besar.

Begitu pula dengan hidup. Hidup yang penuh berkah tidak dihitung berdasarkan panjang pendeknya usia, melainkan berdasarkan manfaat yang diberikannya. Tentu saja yang paling ideal adalah hidup yang panjang usianya dan panjang pula amalnya. Menurut Rasulullah saw seperti itulah manusia yang paling baik. Namun bila ada orang yang berusia pendek tapi hidupnya mendatangkan manfaat untuk orang sekitarnya, hidupnya adalah hidup yang penuh berkah.

Tempat pun ada yang dapat mendatangkan berkah. Bila dahulu orang mengambil berkah dari orang yang menebarkannya; yaitu Rasulullah saw, maka kita sekarang mencari berkah dari tempat yang memancarkannya; misalnya Masjidil Haram. Majelis-majelis pengajian dan tempat-tempat yang pernah dikunjungi orang salih juga adalah tempat-tempat yang mampu mendatangkan berkah.

Ketika Rasulullah saw hijrah ke Madinah, ada seorang ibu yang datang sambil membawa anak kecil. "Ya Rasulallah," pinta ibu itu, "ini anakku. Izinkan dia untuk berkhidmat kepadamu dengan menjadi khadammu." Anak itu bernama Anas bin Malik. Suatu hari, Anas mengundang Rasulullah saw untuk makan di rumahnya. Rasulullah saw bertanya, "Di mana tempat salatmu? Tunjukkanlah kepadaku." Rasulullah lalu salat di tempat itu. Setelah salat, beliau mencelupkan tangannya yang mulia ke sebuah bejana dan memercikkannya ke sudut rumah tempat ia salat.

Setelah Rasulullah saw meninggal dunia, rumah Anas banyak dikunjungi para sahabat dan tabi'in yang tak sempat berjumpa dengan Rasulullah. Mereka ingin salat di tempat Rasulullah saw pernah salat. Tempat itu dipandang sebagai tempat yang mendatangkan berkah. Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Imam Al-Nawawi menganggap riwayat ini sebagai dalil tentang bolehnya mengambil berkah dari orang yang saleh.

Jika kita mengharapkan rumah kita mengandung berkah, undanglah orang-orang salih yang berakhlak baik, ahli ibadah, dan alim. Mintalah mereka untuk salat di tempat itu seperti Rasulullah saw salat di tempat Anas bin Malik. Berkah, menurut Islam, adalah sesuatu yang menyebar. Jika orang saleh datang di suatu tempat, keberkahan itu menyebar ke tempat-tempat di sekelilingnya. Rasulullah saw memerintahkan kita untuk makan bersama orang-orang salih. Insya Allah, makanan yang kita makan itu adalah makanan yang penuh berkah.

KH. Jalaluddin Rakhmat